Oleh: Kurnia Febra, ST
Di dalam setiap sejarah berkumpul berbagai unsur pembentukan, yaitu: manusia, peristiwa, waktu dan tempat. Dari semua elemen ini hanya tempat yang tetap tinggal dan dijadikan wadah persinggahan waktu.
Lalu apa peran Arsitektur bagi sebuah sejarah? Arsitektur hadir sebagai bagian dari tempat, salah satu unsur pembentuk sejarah. Arsitektur merupakan penanda yang memberikan identitas bagi sebuah tempat dan memiliki peran yang signifikan bagi keberlanjutan sejarah dalam ingatan (memori) generasi berikutnya.
Sawahlunto sebagai kota tambang dirancang dengan tujuan untuk menghasilkan pendapatan yang besar bagi pemerintah Hindia Belanda dan terutama sekali Negeri Belanda. Sebagai kota bentukan ,berbagai fasilitas pertambangan dibangun dengan penuh perencanaan di kota ini. Sehingga, segala bentuk fasilitas pertambangan tersebut dibuat dengan bercirikan Arsitektur Kolonial.
Pada Arsitektur Kolonial, terdapat elemen-elemen bangunan yang banyak digunakan (Handinoto, 1996:165-178) antara lain: a) gevel (gable) pada tampak depan bangunan; b) tower; c) dormer; d) windwijzer (penunjuk angin); e) nok acroterie (hiasan puncak atap); f) geveltoppen (hiasan kemuncak atap depan); g) ragam hias pada tubuh bangunan; dan h) balustrade.
Di Sawahlunto, contoh-contoh elemen-elemen bangunan yang banyak digunakan adalah sebagai berikut:
a) Gevel (gable) merupakan hiasan berbentuk segitiga yang mengikuti bentuk atap (Soemalyo 2003).
Seperti yang tampak pada bangunan Gereja Katolik, Gedung Pegadaian, Koperasi Ombilin, GPK, Pek Sin Kek, dan beberapa bangunan kolonial lainnya.
d) Nok acroterie (hiasan puncak atap)
e) Geveltoppen (hiasan kemuncak atap depan). Biasanya terletak di puncak gevel, disebut juga dengan “mahkota”
h) Balustrade (pagar kisi)